Uber merupakan suatu trobosan transportasi umum yang didirikan oleh Travis Kalanick dan Garett Camp. Uber yang memiliki
moto “everyone’s private driver” ini bukanlah taksi dan tidak punya armada taksi. Uber
merupakan aplikasi untuk menghubungkan antara orang-orang yang memerlukan
kendaraan dengan super pribadi, kalau dalam Bahasa Indonesianya: aplikasi untuk
sewa mobil. Jadi kendaraannya pun private, tak ada argo, apalagi mahkota untuk
menunjukkan logo-logo taksi. Konsep sewa-menyewa kendaraan ini sama persis
kayak mobil sewaan yang menghiasi berbagai sudut di selatan Bali, ataupun jasa
persewaan kendaraan yang ditawarkan berbagai perusahaan maupun perorangan di
sudut-sudut bandara di Indonesia.
Di Jakarta sendiri, Uber
bekerja sama dengan perusahaan penyewaan mobil dan menyewakan kendaraan
berdasarkan menit dan kilometer. Walaupun terdengar Sekilas memang seperti
taksi, tetapi kendaraan yang ditawarkan Uber harganya lebih jelas dan gak tidak
perlu proses tawar-menawar. Prosesnya pun terkesan mudah dan tak perlu repot
menyewa dari hari sebelumya dan tak perlu bayar untuk sehari penuh. Sewanya
disesuaikan dengan kebutuhan. Akan tetapi kemunculan uber ini bukan dengan
tidak menimbulkan konflik. Setelah sempat berkonflik dengan Gubernur D.K.I
Jakarta karena masalah perizinan, perlu diketahui bahwa kendaraan yang dipakai
oleh Uber merupakan kendaraan pribadi yang mana memiliki plat nomor hitam
padahal di Indonesia ini suatu kendaran umum haruslah memiliki plat nomor
kuning dan membayar pajak untuk legalisasi kendaraan umum.
Selain masalah legalisasi
tadi, uber baru-baru ini mendapat masalah lagi, masalah ini timbul dari para
pengemudi taxi tradisional. Uber menjadi ancaman bagi perusahaan Taxi terkhusus
pengemudi taksi karena berbagai hal, dari mulai pindahnya konsumen taxi biasa
ke Uber, pelayanannya yang lebih baik, hingga soal tarifnya yang dianggap
murah.
Perbedaan tarif merupakan alasan
terbesar konsumen memilih uber ketimbang taxi biasa. Tarif dasar Uber dimulai
dari 3000 hingga 7000 rupiah, tergantung tipe jasanya, UberX ataupun Black.
Untuk satu menitnya, Uber X ditawarkan 300, sedangkan per kilometernya 2001 per
km. Sementara UberBlack dibandrol dengan harga 500 rupiah per menit dan 2850
per km. Jelas perbedaan harga ini sangtalah mematikan pasaran taxi tradisional,
bagaimana nasip para pengemudi taxi biasa atau kendaraan umum lain? Sudah
bersaing dengan ojek aplikasi kini mereka bersaing dengan Uber. Kebijakan
pemerintah yang mendukung moda transportasi aplikasi terkesan kurang bijak
karena sangatlah memberatkan para pengemudi kendaraan tradisonal (Taxi, Bajaj,
dll) tidak sedikit perusahaan yang pendapatannya menurun bahkan pada akhirnya
bangkrut, akibat Munculnya moda transportasi aplikasi ini. Pemecatan pegawai
dilakukan perusahaan karena menurunya pendapatan mereka.
Pendapat penulis lebih ke
arah bagaimana pemerintah harusnya mampu mengontrol para pengemudi “Aplikasi”
ini, sehingga terjadi keseimbangan antara Uber dan kendaraan tradisonal. Harus
ada keseimbangan antara kendaraan umum non aplikasi dan aplikasi sehingga tidak
hanya menguntungkan satu pihak saja dan terjadi pemerataan konsumen. Munculnya
uber harus dikontrol agar tidak
berkembang bebas. Harus ada juga penyesuaian tarif berlaku agar tidak terjadi perbedaan
anatara kendaraan aplikasi dan non aplikasi.