Memperingati hari nelayan ke 56 diadakan seminar dengan tema “Nelayan dan
reklamasi” yang terletak diauditorium gedung 1 FIB Universitas Indonesia yang
dihadari beberapa pembicara untuk membahas mengenai reklamasi pantai dengan
berbagai prespektif. Pembicara 1 bang dari forbali (sebuah komunitas yang
berusaha menyelamatkan tanjung benoa) berkata dalam seminar ini. Demi alasan “Pembangunan”
pantai di urug oleh para pemilik modal. Atas
nama pembangunan juga para nelayan menangis. Para Investor berpendapat bahwa
terjadi sedimentasi di tanjung benoa sehingga harus diurug. Tentunya alasan ini
sangatlah tidak logis. Pantai mengalami sedimentasi ya di hilangkan
sedimentasinya lalu bila mangrovenya rusak ditanami kembali, bukannya ditimbun
tanah dan semen.
Para penggiat forbali ini sampai saat ini terus memperjuangkan keasrian
tanjung benoa agar tidak direklamasi. Menurut rencana Tanjung Benoa yang akan
direklamasi nantinya akan dibangun hotel dan beberapa hunian. Yang mana menurut
mereka akan menghabiskan biaya 30 triliun dari yang awalnya diperkirakan 15
triliun. Disini sudah nampak kecurangan-kecurangan para Investor ini, alasan
pengerukan sedimentasi mereka gunakan untuk meningkatkan biaya. Sementara itu
bila reklamasi ini jadi dilakukan yang menghabiskan biaya 30 triliun ini
terlaksana. Para investor akan mendapatkan keuntungan 80 triliun sementara
rakyat hanya akan menerima 3 triliun (berdasarkan pengamatan pembicara). Mau bagaimana
bangsa ini bila kegiatan tidak jujur seperti ini dibiarkan tumbuh subur di
negri ini?
Pembicara lain dari “WALHI” mengungkapkan mengungkapkan fakta mengejutkan
dimana pantai utara jakarta saat ini airnya sudah tercemar sehingga hal ini
menyebabkan para nelayan melaut jauh hingga kalimantan barat dan membuat
perselisihan dengan nelayan sana. Sama dengan kasus Tanjung Benoa lagi-lagi
Investor ada dibelakang semua masalah ini. Hal ini dibenarkan oleh salah satu
perwakilan nelayan dari muara angke yang berkarta bahwa daerah mereka melaut
dulu sudah tercemar dan ikannya sudah jarang yang dulu bisa mendapat 1 kuintal
sehari sekarang hanya 20kg. Kita harus memikirkan juga nasip mereka, sebab
mengutip kata-kata nelayan itu “Kami nelayan hidupnya dilaut bukan didarat yang
membuat kami hidup tenang dan bahagia adalah kapal dan laut”. Sebab bagi Nelayan laut adalah ibu, dan mereka adalah
anak siapapun yang ibunya diusik maka sang anak akan marah. Kita lihat Beberapa
kebijakan pemerintah saat ini terkesan kurang adil kepada nelayan. Dimana mereka
tidak dapat memahami sejahtera bagi nelayan itu seperti apa? Mereka menganggap
nelayan sebagai suatu penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti halnya
orang miskin lainnya. Padahal para nelayan adalah orang – orang unik memiliki
ketrampilan istimewa yang dilatih sejak kecil turun temurun. Pemerintah terkesan
bukannya memberantas kemiskinan melainkan memberantas orang misikin
Dari prespektif hukum masalah
reklamasi laut ini haruslah di selesaikan secara Hukum. Tapi tunggu dulu sebab
faktanya para investor malahan menggunakan Hukum sebagai boomerang yang
menyerang balik kearah kita. Sebagai contoh kasus Tanjung Benoa awalnya tanjung
Benoa merupakan daerah Observasi sehingga jelas daerah itu dilindungi hukum. Akan
tetapi beberapa bulan setelah itu semua berubah ketika para Investor ini
bermain dan mempengaruhi beberapa rt/rw sehingga diubahlah daerah tanjung benoa
menjadi wilayah pemanfaatan dan sehingga hancurlaah semua pertahanan Tanjung
Benoa. Kita harus menyerang “pengurug” dengan substansi, sebab substansi adalah
kelemahan mereka. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa kita
menyerang statemen mereka bahwa Tanjung benoa yang mengalami sedimentasi
harusnya dikeruk buka diurug.
Sekarang bagi kita mahasiswa, kita ingat kasus pembakaran hutan yang
terjadi beberapa saat yang lalu yang menyebabkan Indonesia berada pada darurat
asap. Hal itu dapat teratasi karena kontribusi kita semua. Saya katakan disini “Media
sosial” berperan menyelamatkan hutan. Karena partisipasi publik yang tinggi
menyebabkan hakim bersifat tegas pada kasus ini. Untuk kasus Reklamasi pantai bukan
tidak mungkin kita bisa menempuh jalur yang sama untuk menyelesaikan masalah
ini. Kita ini bangsa para pelaut dimana negrinya dikelilingi lautan samudra
yang luas mengapa kita membelakangi laut? Sejarah membuktikan kita adalah
bangsa yang pemberani, lalu mengapa perlu menunggu ribuan nelayan kehilangan
pekerjaannya untuk kita bertindak? Minggu ini (17/4/2016) sekitar jam 9 para nelayan muara
angkai menjanjikan demonstrasi menolak reklamsi teluk jakarta dengan memblokir
pulau dengan 200 kapal. Semoga Tuhan memberkati nelayan kita
0 komentar:
Posting Komentar